Inilah ceritaku bersama guru
ngajiku yang beraliran ***.
Guruku berusia sekitar 19 tahun dan
aku sendiri sekitar 21 tahun, dia guru dadakkanku sebab tidak ada guru ngaji di
perumahanku. Walaupun masih muda, ngajinya bagus sebab dia jadi pengajar ngaji
di salah satu universitas negeri di Surabaya jadi daripada malu sudah besar
tidak bisa ngaji, aku “menyewa” dia untuk menjadi guru ngajiku.
Setiap selesai ngaji, guru ngajiku
selalu berkata “diba’an, maulud’tan dan tahlilan hukumnya bid’ah”. “aku tanya
ke dia sebab aku tidak tahu bid’ah sebab masih minim ilmu. Dia menjawab “Bid’ah
adalah suatu yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad”.
Hampir tiap selesai ngaji dia berkata
kepadaku “diba’an, maulud’tan dan tahlilan hukumnya bid’ah”. Dan aku sendiri
setiap bulan sekali melakukan diba’an, ikut acara maulud’tan dan kamis malam
jumat tahlilan. Dia ingin sekali mengubah aliranku ke aliran dia. Bahkan dia
membuktikan dengan hadist-hadist. Aku diam saja melihat dia karena aku hanya
orang bodoh yang tidak mengerti apa-apa.
Suatu saat kupakai kopyah putih
pemberian dari guru di Gresik dan dia berkata kepadaku, “Mau kemana Go?”, “Mau
ikut diba’an di SMANSA, gak ikut ta?” senyumku. Dia kemudian menjawab “Gak
boleh ikut gituan... Bid’ah”. Aku tersenyum kepadanya sebab terkekang dengan
kata Bid’ah.
Keesokannya dia bilang lagi
“diba’an, maulud’tan dan tahlilan hukumnya bid’ah”. Kemudian ilmu hatiku muncul
(sok..sokan, padahal tidak punya. Hahaha...), aku tidak sadar apa yang
kuucapkan mungkin kalimat ini muncul dalam hatiku yang terdalam. Saat dia
berkata “diba’an, maulud’tan dan tahlilan hukumnya bid’ah”. Aku menjawab
“Kenapa seh orang Islam selalu menggunakan akalnya buat mempelajari Islam???
Gunakan hatimu untuk mempelajarinya bukan dengan akalmu, kamu tidak bakalan
mendapat hikmah dari Allah kalau kamu menggunakan akalmu. Sebab hikmah itu
untuk orang yang hatinya terbuka bukan untuk akalnya yang terbuka terus.
Percuma kamu mempelajari hadist tapi kamu masukan ke akal dan kamu gunakan
untuk membid’ahkan aliran lain, percuma”. Seketika dia terdiam.
Ya... itulah pengalamanku bersama
guru ngaji yang berbeda aliran. Lucunya sekarang dia mau diajak tahlilan, mau
pergi ziarah mungkin saja hatinya yang dulu terkunci dengan bid’ah sekarang
sudah terbuka. Kadang-kadang ada anak tanya, “Kamu aliran apa Go?” aku menjawab
“Aku menggunakan aliran hati. Semua aliran itu benar, semua aliran itu
menyontoh ke Nabi Muhammad. Tidak ada yang salah, tinggal hati kita pas dengan
aliran mana, pas dengan aliran NU ya monggo dengan Muhammadiyah ya monggo yang
terpenting tidak aliran yang nabinya bukan Nabi Muhammad dan yang terpenting
lagi pas di hati. Aku tidak peduli diba’an itu bid’ah apa tidak yang terpenting
hati ini senang saat bershalawatan memuji nama Allah dan Nabi Muhammad kan
memuji dapat pahala juga. Aku hidup untuk mencari ridhoNya Allah bukan mencari
surgaNya Allah”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar