Senin, 16 Januari 2012

Guru Ngaji VS Muallaf



Inilah ceritaku bersama guru ngajiku yang beraliran ***.
Guruku berusia sekitar 19 tahun dan aku sendiri sekitar 21 tahun, dia guru dadakkanku sebab tidak ada guru ngaji di perumahanku. Walaupun masih muda, ngajinya bagus sebab dia jadi pengajar ngaji di salah satu universitas negeri di Surabaya jadi daripada malu sudah besar tidak bisa ngaji, aku “menyewa” dia untuk menjadi guru ngajiku.
Setiap selesai ngaji, guru ngajiku selalu berkata “diba’an, maulud’tan dan tahlilan hukumnya bid’ah”. “aku tanya ke dia sebab aku tidak tahu bid’ah sebab masih minim ilmu. Dia menjawab “Bid’ah adalah suatu yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad”.
Hampir tiap selesai ngaji dia berkata kepadaku “diba’an, maulud’tan dan tahlilan hukumnya bid’ah”. Dan aku sendiri setiap bulan sekali melakukan diba’an, ikut acara maulud’tan dan kamis malam jumat tahlilan. Dia ingin sekali mengubah aliranku ke aliran dia. Bahkan dia membuktikan dengan hadist-hadist. Aku diam saja melihat dia karena aku hanya orang bodoh yang tidak mengerti apa-apa.
Suatu saat kupakai kopyah putih pemberian dari guru di Gresik dan dia berkata kepadaku, “Mau kemana Go?”, “Mau ikut diba’an di SMANSA, gak ikut ta?” senyumku. Dia kemudian menjawab “Gak boleh ikut gituan... Bid’ah”. Aku tersenyum kepadanya sebab terkekang dengan kata Bid’ah.
Keesokannya dia bilang lagi “diba’an, maulud’tan dan tahlilan hukumnya bid’ah”. Kemudian ilmu hatiku muncul (sok..sokan, padahal tidak punya. Hahaha...), aku tidak sadar apa yang kuucapkan mungkin kalimat ini muncul dalam hatiku yang terdalam. Saat dia berkata “diba’an, maulud’tan dan tahlilan hukumnya bid’ah”. Aku menjawab “Kenapa seh orang Islam selalu menggunakan akalnya buat mempelajari Islam??? Gunakan hatimu untuk mempelajarinya bukan dengan akalmu, kamu tidak bakalan mendapat hikmah dari Allah kalau kamu menggunakan akalmu. Sebab hikmah itu untuk orang yang hatinya terbuka bukan untuk akalnya yang terbuka terus. Percuma kamu mempelajari hadist tapi kamu masukan ke akal dan kamu gunakan untuk membid’ahkan aliran lain, percuma”. Seketika dia terdiam.
Ya... itulah pengalamanku bersama guru ngaji yang berbeda aliran. Lucunya sekarang dia mau diajak tahlilan, mau pergi ziarah mungkin saja hatinya yang dulu terkunci dengan bid’ah sekarang sudah terbuka. Kadang-kadang ada anak tanya, “Kamu aliran apa Go?” aku menjawab “Aku menggunakan aliran hati. Semua aliran itu benar, semua aliran itu menyontoh ke Nabi Muhammad. Tidak ada yang salah, tinggal hati kita pas dengan aliran mana, pas dengan aliran NU ya monggo dengan Muhammadiyah ya monggo yang terpenting tidak aliran yang nabinya bukan Nabi Muhammad dan yang terpenting lagi pas di hati. Aku tidak peduli diba’an itu bid’ah apa tidak yang terpenting hati ini senang saat bershalawatan memuji nama Allah dan Nabi Muhammad kan memuji dapat pahala juga. Aku hidup untuk mencari ridhoNya Allah bukan mencari surgaNya Allah”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar