Sabtu, 24 Desember 2011

Debu dan Sambal

“Go... ayo bangun”. Kata ibuku sambil tangan lembutnya menggoyang-goyang badanku. Aku membuka mataku yang mempunyai iris mata berwarna biru. Kutatap wajah ibuku yang anggun itu dan kulirik mataku ke sebelah untuk melihat jam dinding, jam 2 pagi. Aku segera mandi dan memakai baju. Hari ini kami akan berkunjung ke saudaraku di Solo.
Pagi itu aku naik becak bersama adik, bapak dan ibu menuju ke Terminal Bungurasih. Jarak kos keluargaku di daerah Kebraon ke Terminal Bungurasih sekitar 8 kilometer. Pagi itu begitu dingin. Jaket pemberian ibuku tak sanggup menghadang rasa dingin itu ditambah lagi sakit batukku yang  tidak kunjung sembuh-sembuh. Sejak kecil, aku selalu terserang penyakit batuk. Hampir tiap sebulan sekali aku selalu batuk. Tapi keluargaku tidak pernah memeriksakan penyakitku ini ke dokter sebab keterbatasan biaya.

Sampai di Terminal Bungurasih, kita beli nasi bebek bungkus. Sekitar pukul  6 pagi kita sudah mendapat bis jurusan Solo. Di perjalanan, aku terus batuk-batuk. Batuk ini berbeda dengan batuk yang aku alami sebelumnya. Rasanya menyiksa, ada dahak yang mau keluar tapi sulit sekali untuk keluar. Bapakku bolak-balik bilang ke aku untuk tidak minum es. Tapi dasar aku yang masih kelas 3 SD tetap minum es. Aku suka sekali minum es.

Terminal Tirtonadi adalah terminal pusat di Solo. Aku turun disana sekitar pukul 8 malam. Perjalanan yang begitu lama sebab perjalanan Surabaya - Solo begitu macet. Kami keluar dari terminal dan makan nasi bebek bungkus yang dibeli waktu di Terminal Bungurasih. Saat kami makan, ternyata sambal bebek tidak ada. Ayahku berguman kepada tukang jualan nasi. “Bebek kalau gak dikasih sambal ya masak enak, anyep”. Tapi ibuku menenangkan bapakku, “Sudah pak... mungkin orang jualan bebek tadi lupa ngasih sambal”

Batukku terus menjadi-jadi. Batuk yang tidak bisa keluar dahaknya. Menyiksa rasanya... Kemudian kami jalan kaki sekitar 1 kilometer untuk mencari angkotan kota menuju ke rumah saudaraku. Kurang  100 meter lagi, keluargaku berhenti sejenak untuk beristirahat menghilangkan pegal. Aku digendong bapakku dan adikku digendong ibuku. Aku begitu manja saat itu, tak pernah lepas dari pelukan bapakku.

Saat kami berhenti... aku batuk-batuk lagi. Disaat itulah aku sudah jengkel dengan batuk yang kualami itu. Dan aku kemudian dengan sekuat tenaga batuk dengan keras untuk mengeluarkan dahak yang nyantol di tenggorakanku. Tapi sesuatu yang seharusnya tidak boleh keluar waktu kita sakit batuk itu keluar juga. Ya... itulah darah. Aku batuk darah... aku merasa bukan batuk darah tetapi muntah darah. Kira – kira 1 botol minuman mineral ukuran sedang darah keluar dari mulutku.

Ibuku yang duduk disebelahku menangis melihat aku muntah darah. Dia memelukku erat, seperti tidak mau kehilangan aku. Wajahku langsung pucat seketika. Darah berceceran di depan toko tempat aku bersinggah. Bapakku dengan sigap mengambil botol mineral ukuran besar dan menyiramkan darah yang berceceran di lantai. Beliau juga memelukku. “Kenapa sama kamu Go.. makanya jangan minum es.”

“Bapak juga... jangan sering merokok, berhenti merokok pak. Bapak sudah punya anak, jangan merokok lagi pak”. Ketus ibuku. Ibu menggendong aku sambil mengelus-elus kepalaku dan kita berangkat ke rumah saudara. Aku hanya diam saja.
Dirumah saudaraku kami membisu, seharusnya senyum merajut di bibir kami tapi sekarang berganti air mata yang menghiasai matanya.

Karena peristiwa itu, aku yang masih duduk di SD kelas 3 merasakan minum obat yang begitu banyak. Tiap hari bapakku memberikan 2 butir obat merek Konidin untukku. Bapakku berhenti merokok untuk kebaikanku. Bapakku merasa bersalah denganku sebab rokok yang bapak hisap tiap hari. Bapakku yang merokok tapi dampang negatifnya kepada anaknya. Itulah rokok... bapakku berhenti total untuk menghisap batang coklat rokok. Total...

Di masa SMP dan SMA, aku jarang berjumpa dengan seorang perokok jadinya aku perlahan-lahan sembuh dengan penyakitku, tapi bekas dari penyakit itu tidak berhenti total. Hampir dihitung tiap 1-2 bulan sekali, paru-paruku seperti ditusuk oleh pisau tajam. Sakit sekali... sampai tubuh ku tidak bisa bergerak sebab saking sakitnya. Tangan kanan kuremas-remaskan pada dadaku untuk mengurangi rasa sakit itu.

Waktu aku kuliah, banyak  sekali temanku yang perokok. Dulu yang tidak suka merokok, tapi sekarang menjadi perokok. Mungkin karena stress kuliah, lingkungan atau faktor ingin gaya. Aku sering berhadapan langsung dengan mereka. Asapnya merenggut setengah nyawaku. Tapi apa boleh buat, dia temanku. Aku mencoba untuk bertahan dengan semuanya. Tapi semua sudah terlambat... setengah alveolusku sudah rusak. Aku hanya bertahan... bertahan dan bertahan. Aku sudah capek mengingatkan mereka tentang bahaya merokok. Tapi mereka tetap ngenyel.
lebih bahaya perokok pasif daripada perokok aktif.

Aku hanya berharap kepada sahabatku. Berhentilah merokok. Aku kasihan bukan kepada para perokok tapi aku kasihan kepada orang yang bukan perokok seperti keluarganya, pacarnya bahkan sahabat dekatnya. Aku senang dan mensyukuri kepada para perokok yang terkena penyakit jantungan, impotensi atau paru-paru. Sebab dia yang memulai menyentuh masalah dengan rokok akibatnya terkena penyakit. Dan aku merasa sedih dengan para perokok pasif, mereka tidak merokok tapi karena dekat dengan perokok aktif maka berdampak jelek bagi tubuhnya.

Aku ingin naik gunung, tapi apa daya setengah alveolusku tidak berfungsi.
Paru-paruku menyerap oksigen dengan apa???

Aku ingin pergi rekreasi ke pulau nan jauh disana, tapi apa daya setengah paru-paruku tidak berfungsi
mau bernapas dengan apa???
Aku ingin sekali menikmati segarnya air terjun, tapi apa daya setengah badanku tidak berfungsi
Mau bergerak dengan apa???
Aku ingin sekali berlama-lama di lapangan sepak bola, tapi apa daya setengah tenagaku tidak berfungsi
Mau menendang dengan apa???
Semoga aku diberi umur panjang untuk melihat sahabatku yang hobi merokok berhenti untuk menyebarkan debu putih itu.

Pesanku kepada para perokok
“Teruslah merokok kawan sebab rokok tidak diharam menurut Al-Quran. Tapi ingatlah kepada sahabatmu yang sedang sakit karena rokok yang engkau timbulkan itu”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar