Senin, 28 November 2011

Proklamasi


29 Mei 2010
Malam itu aku masih bertahan di kosnya temanku, aku tidur-tiduran di kasurnya temanku sambil membaca buku tata cara sholat. Dalam hatiku, aku ingin sekali masuk Islam tapi otakku dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan
"Kalau kamu masuk Islam, nanti kamu dijauhi temenmu"
"Jadi Islam itu sulit, sholat 5 kali sehari"
"Nanti tetanggamu merasa aneh kalu kamu masuk Islam"
Itulah beberapa pertanyaan yang sering muncul otakku sehingga aku mengurungkan niatku untuk masuk Islam.

Kemudian temanku pemilik kamar yang bernama Nawa sedang melakukan sholat isak. Aku pun melihat temanku melakukan gerakan sholat, aku ingin sekali sholat tapi aku tidak bisa melakukannya sebab aku bukan islam. Setelah itu temanku sudah selesai sholat dan melipat sajadahnya. Kemudian temanku bilang ke aku "Go.. aku pengen tanya ke kamu, tapi maav ya kalau pertanyaanku ini menyakiti hatimu, soalnya tadi saat sholat isak ada suara yang menyuruh aku untuk tanya “ini” ke kamu" aku pun menjawab "iya.. gak papa kok Wa". Dia kemudian bertanya kepadaku "Go.. kenapa seh kamu gak masuk islam?” "aku ngerti kamu gak masuk islam karena kamu masih ada pelajaran agama kan?". Aku menjawabnya sambil tertawa "hehehe... iya Wa, belum waktunya aku masuk Islam" dia menjawab "gara-gara pelajaran agama aja kamu gak mau masuk Islam. Kamu sudah belajar banyak tentang Islam, belajar akidahnya, belajar sholat, belajar wudhu dan sebagainya lewat buku.
Sekarang misalnya kamu mati sekarang dalam keadaan Kristen percuma yang kamu pelajari itu. Kamu mati dalam keadaan Kristen, belum mengucapkan kalimat syahadat" mendengar perkataan temanku tadi mendadak aku tertegun dan tidak bisa menjawab pertanyaannya, badanku lemas. temanku kemudian bilang lagi "Maav ya Go.. cepetan masuk Islam sana jangan nunggu pelajaran agama".
Aku pun termenung di atas kasur sambil menutup mata dan mengingat peristiwa-peristiwa dulu. Bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, bermimpi tentang surga, bermimpi membaca syahadat. Betapa beruntungnya diriku ini, Allah memberikan
karunia yang begitu besar kepadaku yang jarang orang yang sudah lama memeluk Islam bermimpi tentang ini. Aku begitu malu kepadaNya, Dia menyanyangiku, Dia memperhatikan aku, Dia menjaga aku, Dia memberikan hikmah yang tak terhingga kepadaku tapi apa balasanku kepadaNya.
Aku sebagai umatnya tahu Dia Maha Kaya, kita sebagai umatnya seharusnya malu karena kebaikanNya tapi kita membalasNya dengan perbuatan maksiat dan tidak mensyukurinya. Kita harus membalas kebaikanNya dengan berbuat baik.
Kemudian hatiku menjerit dan mataku meneteskan air mata "Ya Allah... Aku cinta Engkau ya Allah, Aku cinta Engkau ya Allah. Cinta adalah pengorbanan, maka aku akan berkorban untukMu ya Allah. Engkau adalah Cinta Hakikiku".
Lalu aku bangun dari tempat tidur dan memegang handphone dan menuliskan kalimat "kamu di mana?" dan aku forward ke 4 temanku. Ada yang pending smsnya, ada yang menjawab lagi dijalan, ada yang menjawab di kosnya temenku dan yang terakir menjawab di kos.
Salah satu temanku yang menjawab kos langsung aku balas tanpa basa-basi "Mau gak jadi saksi syahadatku?". Awalnya dia takut soalnya dia merasa belum pantas buat jadi saksi, dia pun menyuruh aku menunggu sebentar karena dia mau menelepon gurunya.
Setelah beberapa menit, pesan singkat mampir ke handphoneku "ayo... ke kosku. aku mau jadi saksi syahadatmu". aku pinjam sepeda motornya temenku dan pergi ke kosnya dia. Disana ternyata ada teman SMA ku yang lain yang siap menjadi saksi. Vath kemudian berkata "Yo... ikuti ucapanku ya?" aku mengangguk. "Asyhadu anla illahaillah, Waasyhadu anna muhammadarrasullah" aku menirukannya "Asyhadu anla illahaillah, Waasyhadu..." Aku lupa kalimat yang terakhir.
Kemudian vath mengulangi lagi "Asyhadu anla illahaillah, Waasyhadu anna muhammadarrasullah" dan akhirnya aku bisa mengulangi ucapan tersebut "Asyhadu anla illahaillah, Waasyhadu anna muhammadarrasullah". kemudian vath memelukku dan mengucapkan "kamu sekarang saudaraku Yo". Aku bersalaman dengan teman yang lain.
"Yo... udah sholat isak ta?" tanya vath. "Belum Vath..." balasku. "Ayo sholat jamaah sama aku, wudhu sana. Sudah ngerti caranya Wudhu ta?" "Gak ngerti vath... ajarin aku vath". Kemudian dia mengajarin aku wudhu dan kita pun sholat isak bersama-sama.
29 Mei 2010 jam setengah 9 malam aku mengucapkan kalimat syahadat dan sholat bersama. Indah sekali malam itu, hatiku tentram. Seperti menemukan sesuatu yang telah lama hilang. ya.. itulah keyakinanku yang telah lama hilang. Islam sudah di hatiku sejak kecil. aku lahir di dunia fana ini, kali pertama yang ku dengar adalah suara adzan dari kakekku. Islam telah mendarah daging di tubuhku sejak lama. Cintalah yang membuat aku masuk Islam.

Selasa, 22 November 2011

Cerita untuk Sahabatku #part 3




Kamis, 31 Desember 2009
“Berangkat jam berapa chumb ke kampus?” pesan singkat dari sahabatku. “Berangkat jam 8 saja”. "Nanti ketemuan dimana chlad?”. jawabku. “Di depan perumahanku, motormu taruh di parkiran Rumah Sakit. Terus berangkat ke kampus naik motorku.” balasnya. Aku menyanggupinya (begitulah persahabatanku dengannya, aku wajib menurutinya. Aku begitu takut kalau dia marah. Marahnya seperti mak lampir yang kehilangan tongkat saktinya. Hohoho...). Jam 7 pagi aku berangkat ke rumahnya, perjalanan rumahku ke rumahnya hanya 45 menit sehingga aku tidak kuatir terlambat untuk datang ke rumahnya (ampun deh kalau terlambat, kena semprot nanti). Kumenanti dia di depan gerbang perumahannya. Lama sekali dia datang, aku pun sms dia, “Aku sudah di depan perumahanmu. Ayo...”. “Bentar ya... masih setrika baju. ^_^” jawabnya. Begitulah pribadi sahabatku itu, anak yang tidak mau direpoti, kurang sabar, tidak suka menunggu, tomboi, gak nyambungan kalau di ajak ngobrol saat malam tapi dia begitu baik, berani seperti seorang cowok dan tentunya bisa menjaga diri. Akupun menunggunya dengan setia hampir setengah jam.
Akhirnya dia datang... hatiku begitu lega. Dia mengendarai motor klasiknya dengan celana jins biru, jaket warna coklat dan kerudung warna biru tua. Begitu cantiknya sahabatku itu, tapi aku selalu menghina dia dengan kata elek (biarin... balas dendam karena dia juga ngejek aku jelek kok. J). Aku memanggil sahabat karibku itu dengan sebutan coklat (dia mania coklat cocok jadinya kalau dipanggil coklat, dilebaykan sedikit menjadi chlad). Tapi yang paling sadis lagi, dia memanggilku dengan sebutan chumb. (berasal dari kata mesum yang dilebaykan menjadi mechumb. T_T aku gak mesum anaknya.)
Jalanan begitu ramai, terik matahari menyengat tanganku yang tidak ditutupi sarung tangan. Ditambah lagi coklad selalu menggelitik perutku yang kecil ini. Setiap kali kita mbolang, kita jarang sekali berbicara. Aku merupakan tipe anak pendiam, tapi coklad selalu bisa menghadapi sifatku pendiamku itu. Walaupun mulut ini diam, tapi tangan sahabatku itu selalu usil menggelitiki badanku, menjewer lengan tanganku, memukul-mukul badanku serta mengobrak-abrik isi tasku dan dompetku yang kuletakkan di belakang punggung. (aku salah apa? Udah diam tetep saja dianiaya. T_T). Jadi suasana tidak diam tapi justru ramai.
Setelah sampai di kampus, aku menyuruhnya untuk mengantarkanku ke jurusanku. Kita sama-sama satu kampus namun kita berbeda jurusan. Hari itu, aku ada ujian Fisika Dasar atau Fisdas yang diuji oleh Asisten Dosen. Ujiannya sebenarnya mudah dan cepat buat fisikawan seperti aku. Tapi berhubung aku anaknya pemalu, aku selalu mengalah sehingga mendapat kloter terakhir.
“Chumb... jangan lupa nanti bantuin aku mindahin barang-barang ke kos baruku ya?” pesan singkat dari Coklad. “Iya... habis ujian Fisdas. Kira-kira sorean.”jawabku. Aku sudah berjanji kepada sahabatku untuk membantunya memindahkan semua barang ke kos barunya. Dia pindah kos sebab kos lamanya mempunyai parkiran yang sempit jadi malas kalau mau keluar kos pakai motor. (hehe.. dasar anak gak sabaran dan grusa-grusu pengen cepet).
Jam 4 sore ujian wawancara Fisdas belum selesai, akhirnya asisten dosen minta waktu buat istirahat dan dilanjutkan lagi jam 7 malam. Akhirnya aku mempunyai kesempatan untuk membantu sahabatku. Aku hubungi dia, “Chlad... ambilen aku di jurusanku, asistensi dosen minta istirahat dulu”. Dia pun menyusulku di jurusan (senangnya... baru kali ini dia menurutiku biasanya gak mau kalau dimintai bantuan. Persahabatan kita seperti Simbiosis parasitime. Dia parasitnya, aku inangnya. Hahaha...).
  Dia mengantarkan aku di kos barunya. Kemudian dia turun dan menyuruhku menunggu buat mengambil barang yang akan dibawa. Kadang-kadang ada teman satu kosnya coklad keluar dan memberikan senyuman kepadaku serta berkata “Temannya Mawar ya?” “Ya mbak...” jawabku. (jangan sampai jadi pacar, jadi teman aja sudah dianiaya tiap hari apa lagi jadi pacar. Sehari pacaran sama dia badanku sudah gak utuh lagi.) Aku menunggunya di depan, melihat dia menggotong barang-barang yang begitu banyak (kasihan... gotong barang. Makanya punya badan jangan kurus-kurus). Ada buku sekardus (buku banyak mungkin dibuat bantal. ^_^), galon air, peralatan makanan, baju, sapu, sampai sandal jepit juga mau dibawa (parah... gak ikhlas kalau sandal jepit harga 9000’an dibawa juga).
Setelah sampai di kos barunya. Kita mengangkat barang bawaan ke kamarnya. Ternyata kamarnya dilantai dua (haduh... penyiksaan). Coklad izin kepada bu kos kalau dia mau memasukkan aku ke kamarnya. (Alhamdulillah kalau dia mengakui kalau aku laki-laki biasanya ngece aku cewek. Hore lorensimo, berhasil berhasil berhasil hore...). Bu kos yang baik itu mengizinkan aku untuk masuk kekamarnya. Aku bolak-balik mengangkat barang bawaan sampai 3 kali (jarak yang ditempuh kira-kira 5 kilometer). Barang yang dibawa begitu banyak, sehingga aku begitu malu kalau berpapasan dengan orang saat dijalan, takut dikira lagi ada kebakaran atau lagi nyuri barang jadinya aku menutup kaca helmku rapat-rapat. Tapi demi membuat bahagia sahabatku itu, aku rela dan ikhlas.
 Untuk kali ketiga aku membawa barang bawaannya ke kamarnya. Tenggorokanku begitu kering, keringatku bercucuran. Sudah capek badan ini. Kemudian dia menyiksaku lagi dengan membelikan air minum segalon (T_T). Kita pergi ke toko untuk membeli air galon asli. Aku mengangkat galon itu ke kamarnya yang terletak dilantai dua dan kuletakkan galon itu di dalam kamarnya lalu aku keluar dari kamarnya dan berdiri di depan pintu sambil menyandarkan tubuhku ini. Aku kemudian berdiri di bibir pintu dan dia berada di dalam kamar. Aku minta air untuk menghilangkan rasa lelah dan letih ini.
Jam 7 malam aku kembali ke jurusan untuk melanjutkan ujian wawancara. Aku menyuruh coklad untuk menungguku. Ujian dilakukan di laboratorium komputer (Labkom). Antrian masih panjang, aku mengira-ngira selesai jam  9-10 malam. Saat aku menunggu untuk mendapat giliran aku terus kepikiran sahabatku itu, apa dia sanggup sabar menungguku?.
Kadang-kadang dia sms aku, “Sudah selesai ta Chumb?”. Aku menjawab “Belum... masih lama”. tapi semakin lama, intensitas smsnya semakin tinggi sebab dia ingin pulang. Hari itu tanggal 30 Desember, besok sudah tanggal 1 Desember. Besok pergantian tahun, jalanan Kota dipastikan begitu ramai. Aku dengar kabar burung kalau perbatasan Kota dengan kota lain akan ditutup. Aku semakin bingung, coklad marah-marah kepadaku karena begitu lama menunggu. Aku berusaha  menenangkan dia, tapi tetap tidak bisa menunggu. Aku sabar menghadapinya.
Jam 10 malam ujianku selesai, aku mengabari coklad agar menjemputku di jurusan. Dia menjemputku. Saat dia menjemputku, wajahnya menunjukkan kalau dia marah, aku hanya mengucapkan kata maaf sebab ujiannya begitu lama. Perjalanan pulang berbeda dengan perjalanan berangkat ke kampus. Tadi dia suka godain aku dengan tangan jahilnya, tapi sekarang dia hanya diam. (T_T Dia marah... huhuhu...).
Aku mencoba untuk menenangkan hatinya, aku mencoba menggilitiki perutnya tapi dia berkata sambil memukul tanganku “lapo ae seh ?” (huhuhu... marah mode on. L). Jalanan Kota yang aku kira ramai ternyata tidak begitu ramai, banyak polisi memakai rompi hijau mengatur lalu lintas. Polisi sering mengejar-ngejar para pengendara sepeda motor yang mencopot knalpotnya. Aku sendiri juga takut sebab aku belum mempunyai SIM.
Beberapa menit kemudian, kepala coklad menunjukkan hal-hal yang aneh. Helm yang melindungi kepalanya sering menyentuh helm hitamku seperti palu yang memukul paku (hahaha... ternyata coklad tidur). Awalnya hanya nyondal-nyodol helmku tapi lama-lama kepalanya disandarkan ke kepalaku. Jadinya berat sekali kepalaku. Kedua tangannya memegang tasku. Aku pun mengurangi kecepatanku agar sahabatku lebih enak menyandarkan kepalanya di kepalaku (mesti kalau tidur kepalanya bersandar di kepalaku... kebiasaan lama. Gak pamitan dulu kalau mau tidur, kan bisa mampir ke warung buat minum kopi. Huh...) (Emangnya aku cowok pake mampir ke warung buat minum kopi) (ya emang cowok... sikapmu lho kayak cowok. weks... :-p).
Akhirnya sampai juga di Perumahannya. Aku membangunkannya. Dan dia mengambil motorku. Aku pun pulang ke rumah dengan badan yang begitu capek ditambah lagi dia marah (double kill... dota dota).”


Itulah sekilas ceritaku dengannya... Kamis, 31 Desember 2009 merupakan hari terakhirku dengannya. Akhir cerita persahabatan kita berdua yang terjalin begitu lama. Mengapa berakhir? Sebab di hari itulah mbolang terakhirku bersama dengan dia kemudian dia menghilang selama dua tahun, aku kabari dia di pagi hari tapi dia membalasnya di sore hari (itupun kalau gak di SMS dua kali gak bakalan balas). Aku juga sering misscall dia tapi dia tidak pernah membalas misscallku, mungkin dia sibuk dengan dunianya, sibuk dengan sahabat cowok lainnya yang satu fakultas denganku, sibuk dengan aktifitas kuliah, sibuk dengan kegiatan mahasiswa yang bisa menjamin kesuksesan di masa depan dan bahkan sibuk dengan pacarnya sehingga sahabat pun dilupakan.
Aku tidak sakit hati dan dendam kepadamu wahai sahabatku kalau kamu sudah menjadi milik orang lain sampai orantuamu menyetujui hubunganmu dengannya, sebab aku tidak diajarkan ibuku menjadi seorang pendendam tapi beliau mengajarkan aku menjadi seorang yang bisa memaafkan orang lain dan menjadi anak yang penyabar untuk menghadapi masalah hidup. Engkaulah yang mengakhiri persahabatan kita sebab engkau terpukau dengan dunia barumu tapi aku akan setia menunggumu untuk menjalin persahabatan putih abu-abu lagi. Andaikan engkau tahu, aku ingin sekali mengulang persahabatan kita di saat kita memakai seragam putih biru dan menjadi maba. Aku ingin mbolang keliling kota bersamamu sampai kehujanan di pinggir jalan bersama seorang ibu, ingin lagi makan nasi goreng buatanmu sendiri (Jangan Nasi goreng campur kawat. ^_^), ingin memberikan makanan buatanku sendiri untukmu di pagi hari sebagai balas budi, ingin makan mie atau gado-gado di pinggir jalan. Tapi apa daya... hanya lewat tulisan ini aku mengungkapkan perasaanku. Aku hanya ingin engkau kembali menjadi sahabat karibku. Yang setia menemaniku disaat aku sedih dan suka. You are my best Friend. Lee_moeT.

Jumat, 18 November 2011

Seorang Bayi Laki-laki


Awalnya aku hanyalah setitik sperma yang dikeluarkan oleh ayahku. Sperma itu begitu kecil dengan ukuran yang 0,001 mikrometer. Kecil, sehingga begitu mudah untuk rusak, tetapi Tuhan menjaganya agar tetap utuh dan baik. Akupun berlari-larian dengan puluhan juta sperma lain, untuk mendapat posisi pertama yaitu sel telur. Tidak ada posisi kedua, ketiga apa lagi harapan. Aku berlari dengan kecepatan 30 mikrometer per detik, berpacu dengan sperma lain. Tapi diperjalanan, banyak temanku yang mati. Tidak kuat menahan suhu yang tidak sesuai dengan suhu yang sanggup ditahan sperma. Aku tidak mempedulikannya. Sebab hadiah jika bisa mendapat posisi pertama adalah bisa melihat dunia luar.
Bertahun-tahun dipenjara dalam kegelapan dalam tubuh ayahku. Aku ingin keluar dan melihat dunia ini. Aku ingin menikmati keindahan alam yang diciptakan Tuhan. Memegang rerumputan, memegang pepohonan yang berdiri kokoh, melihat pegunungan yang biru serta menjulang tinggi dan awan-awan yang berlarian. Dan tentunya ingin memiliki pasangan hidup.
Aku terus berlari tetapi beberapa teman lain sudah berada didepanku. Sel telur kurang beberapa milimeter lagi. Irama napasku sudah tak terengah-engah. Pandanganku sudah buyar sebab energi sudah habis terkuras untuk berlari. Aku menyalip teman-temanku seperti Valentino Rossi yang menyalip rekan se timnya. Aku mendapat posisi ke dua.
Tapi... sperma pertama yang berada pada posisi pertama, sudah menyentuh kulit sel telur dan dia masuk ke sel telur. Aku sedih... aku gagal, aku telah kalah, aku tidak bisa melihat dunia. Aku mengurangi kecepatan gerakku dan aku menyentuh juga sel telur itu. Aku melihat kepala sperma pertama sudah masuk tinggal ekornya yang belum masuk.
Tapi... aku mendapat mukjizat dari Tuhan, sperma yang kali pertama masuk tadi telah mati. Sadis sekali sel telur itu, membunuh sahabatku saat bertamu di dalam sel telur. Membunuh dari belakang. Tenagaku yang kukumpulkan saat beristirahat di luar sel telur kembali pulih lagi sebab aku menunggu dengan sabar sperma yang kali pertama masuk itu. Aku lalu menembus cangkang sel telur itu. Dan lagi sel telur melakukan perlawanan ke padaku. Tapi aku pun bisa menangkis serangan itu, akhirnya sel telur itu tunduk kepadaku.
Aku mendapat juara pertama. Sikap individuku muncul, aku memenangkan pertarungan sengit itu. Aku menyisihkan berjuta-juta temanku. Akupun sombong mendapat tempat pertama. Aku memiliki sifat individu, ingin menang sendiri. Sikap itulah merupakan sikap alami manusia. Sejak manusia belum lahir, manusia sudah mempunyai sikap individu, mau menang sendiri dan sombong.
Dan sel telur itu menutup diri rapat-rapat sehingga para sahabatku tidak bisa masuk lagi. Aku sendirian di dalam sel telur dengan kegelapan yang mengitariku. Aku tidak sabar ingin keluar dari kegelapan ini, kutuangkan sikap ketidaksabaranku dengan menendang-nendang perut ibu yang mengandungku. Tapi ibuku membalasnya dengan memberikan lagu nan indah di perutnya. Memberikan aku makanan dan minuman yang bergizi. Aku hanya bisa mendengar orang-orang yang ditemui ibuku. Mereka menyapaku dan mengelus-elus aku. Aku begitu geli saat mereka menyentuhku dan aku membalasnya dengan tendakan salto. Aku ingin cepat-cepat melihat dunia.


Gelap...
Seorang ibu terbaring lemah di atas tempat tidur, wajahnya berusia 25 tahun dengan warna kulitnya berwarna kuning langsat dan mempunyai rambut keriting. Mulutnya menjerit-menjerit kesakitan, air keringat yang mengucur di wajahnya yang cantik itu. Kedua tangannya memegang erat bantal yang menyandarkan kepalanya. Air ketuban pecah sehingga membasahi rok dan tempat tidur ibu. Ibu terus mengerang kesakitan. Wajahnya merah menahan sakit. Seorang kakek berada di sebelah Ibu sambil menyuruhnya tetap tenang dan bersabar. Meyakinkan ibu kalau bidan akan datang. Sesekali kakek itu menghela-hela rambut ibu untuk menenangkan ibu. Suami dari ibu tersebut masih kerja, sehingga tidak bisa melihat langsung kejadian.
Kemudian seorang bidan datang ke rumah ibu itu. Dia memakai seragam warna putih dan memakai celana kain berwarna kelabu, diatas matanya terdapat keriput pertanda usianya sudah tua. Di dada sebelah dada kanan bidan terdapat tanda nama Lilik. Bidan itu membawa tas yang berukuran cukup besar seperti kantong ajaib, ada obat-obatan, stetoskop, jarum suntik, kapas, gunting dan lain sebagainya. Bidan itu disambut oleh kakek yang merupakan orang tua dari ibu itu. Sang ayah dari bayi itu masih kerja sehingga ayah tidak tahu istrinya sedang melahirkan.
Kedua kaki sang ibu terbuka lebar seperti mau mengeluarkan sesuatu yang ada diperutnya, ibu mengerang kesakitan, begitu sakit yang diderita sang ibu seakan-akan sang ibu berada di garis batas hidup dan mati. Itulah kelahiran pertama, sulit. Makanya anak pertama itu mendapat tanggung jawab yang besar, anak pertama merupakan penanggung jawab ke dua saat ayah sedang ada urusan. Ibu merupakan orang yang paling mulia dibandingkan yang lain sebab beliau membawa kita di perutnya selama 9 bulan dan melahirkan dengan mempertaruhkan nyawanya.
Bidan tadi mengambil posisi dibagian bawah ibu. Tangannya berada di bawah ibu seperti orang yang sedang bermain voli yang siap menerima bola smash keras dari lawan.
"Ayo bu... Tahan napas dalam-dalam dan hembuskan." kata bidan yang berada di bawah kaki ibu kemudian ditambahi lagi dengan seruan. " Ayo bu... bayi ibu mau lahir, sedikit lagi bu". ibu semakin keras mengejan sehingga wajahnya berwarna merah, keringat pun bercucuran membasahi wajah ibu. "Ngggggeeee.... huh...huhhh... aduh... " rintih ibu.
Selembar kain putih menutupi kedua kaki ibu, bidan senior memijat mijat bagian perut ibu dengan kedua tangannya, membantu agar bayi yang berada di dalam perut ibu tersebut bisa keluar. Semua usaha dilakukan, kemudian sedikit demi sedikit. Bayi itu keluar, mulai dari rambut yang begitu kecil kemudian kepala bayi keluar. Bidan memegangi kepala bayi sebab kepala bayi masih lemah. Badan bayi yang mungil kemudian keluar dan diikuiti dengan  tali pusar yang tersambung dengan bagian dalam ibu,
Dan...
Setelah beberapa menit, seorang bayi laki-laki mungil yang lemah dan lucu keluar dari perut ibu tapi tali pusar bayi masih bersambung dengan ibu, bidan pun mengambil gunting dan memotong tali pusar itu. Kulit bayi laki-laki itu masih berlumuran darah kemudian dengan sigap bayi itu ditelungkapkan dan pantat bayi mungil itu di pukul beberapa kali dan menangislah bayi itu, suaranya mengguncang langit ruang bersalin itu dan menggetarkan kaca.




21 Februari 1991.
Aku memilih tanggal 21 Februari 1991 untuk keluar dari tempat sempit dan gelap ini. Aku memilihnya karena tanggal itu merupakan nomer cantik. Dengan susunan angka 21-2-1991. kalau diurutkan menjadi 212 1991. 212 adalah nomer pendekar yang terkenal di Indonesia. Pendekar kapak 212. pendekar yang membela kebenaran dan melawan kejahatan yang ada dimuka bumi. Semoga pilihanku ini benar dan aku bisa menjadi seseorang yang bisa membela kebenaran dan melawan kebatilan serta hormat kepada orang tua.
Jam 02.00
"Bu... bayi ibu laki-laki, dia sehat dan beratnya 3 kilogram. Normal bu" kata bidan tersebut dengan senyum yang menempel di bibirnya. Dan bayi laki-laki tersebut dibersihkan dan dikembalikan kepada ibu yang telah melahirkan bayi tersebut. Bayi itu menangis mencari seorang yang melahirkannya, menangis karena dia berada di dunia yang fana dan penuh dengan cobaan yang berat, menagis karena belum mendapat pelukan sayang dari ibunya.
Bayi tersebut dibungkus dengan kain putih yang halus dan dipeluk erat oleh ibunya, bayi itupun diam, bayi itu menganggap ibu adalah mainan penghibur laranya. Ibu pun mencium pipi anaknya walaupun Ibu masih terbaling lemah di kasur. Kemudian datanglah ayah dan kakek yang berusia 50 tahunan, kakek itu adalah ayah dari ibu yang melahirkan bayi tersebut. Ayah sebenarnya tidak tahu kalau ibu sedang melahirkan sebab pekerjaannya jauh dan tidak ada yang mengabari. Di zaman yang masih di pimpin oleh presiden Soeharto belum ada telepon genggam. Tapi ayah tahu sebab mempunyai firasat yang tidak enak kalau ada apa-apa dengan istrinya. Mereka mencium pipi bayi mungil yang masih merah dan lucu itu.
Kakek gantian menggendong aku, mencium pipi dan dahiku. Pelupuk mataku belum sanggupku buka. Begitu hangat pelukan kakek. Kemudian dia menempelkan mulutnya ke telinga bagian kanan. Dan ritualpun dimulai

Allahu akbar, allahu akbar
Allahu akbar, allahu akbar
Asyhadu allaa ilaahaillah
Asyhadu allaa ilaahaillah
Asyhadu anna muhammad rasullah
Asyhadu anna muhammad rasullah
Hayya 'alash sholash
Hayya 'alash sholash
Hayya 'allal fallah
Hayya 'allal fallah
Allahu akbar, allahu akbar
Laailaahaillahlah
Itulah suara yang aku dengar melalui mulut kakek yang ganteng itu. Aku membuka mata ini pelan-pelan, melihat rambut kakek yang sudah beruban mengenai wajahku. Menggelitiki hidungku yang kecil sebesar isi salak pondoh. Lampu neon berwarna putih menerangi isi rumah dan melihat dunia yang indah ini. Mulut kakekku menyanyikan paragraf demi paragraf melalui telinga kananku. Suara itu menggoncang gendang telingaku dan masuk ke otakku. Menancap erat dan terpaten di pikiranku. Dengan lantunan yang indah dan pasti, adzan menjadi suara pengiring hidup sang bayi. Lembaran buku baru telah dibuka, lembaran putih bersih tak bernoda. Tinggal aku mengisinya dengan kebaikan atau keburukan.
Saat kita lahir di dunia, maka kali pertama yang kita dengar adalah asma Allah dan berusahalah saat kita meninggalkan dunia ini, maka tinggalkan dengan mengucapkan asma Allah.
Saat kali pertama kita lahir, kita menangis tetapi orang sekeliling kita bahagia dengan kelahiran kita. Maka saat kita mati, berusahalah agar kita mati dalam keadaan tersenyum dan orang sekeliling kita menangis karena kita meninggalkannya.


Bayi itu sudah dipenuhi janjinya untuk dikumandangkan adzan. Bayi tersebut mendapat nur Islam. Setelah itu kakek kemudian mengakhiri dengan doa. Mereka mendoakan seorang bayi laki-laki itu bisa tumbuh besar dan menjadi anak sholeh yang selalu berbakti kepada Orang tua. Dan tentunya selalu mendapat perlindungan dari Allah SWT.
Bayi itu menangis lagi dipangkuan ibunya, sang ibupun menangis bercampur gembira melihat anak pertamanya telah lahir, sang ibu mengecup pipi bayi tersebut dengan kasih sayangnya dan ibupun mendoakan semoga anaknya menjadi anak yang bisa berbakti kepada orang tuanya dan selalu dikaruniai rahmat dan hidayah oleh Allah SWT.
Ibu itu mengelus-elus anaknya itu seperti membersihkan suatu kotoran yang tersibak di kulit sang bayi. Bayi laki-laki yang mungil, lucu dan baru lahir itu adalah aku.


                     


“Bayi ini... mau diberi nama apa?”itulah kalimat yang mengusik dipikiran orang tua saat orang tua mempunyai anak yang baru lahir. Keluargaku berunding untuk memberi nama apa??? tanda tanya tiga kali, karena pertanyaan itu sangat membingungkan walaupun kalimat itu simpel.
Orang bilang "Apa arti sebuah nama?" memang benar sih kalimat itu, nama hanyalah sebuah kata yang tidak ada artinya. Orang tua memberikan anak yang bagus dan mempunyai arti yang begitu indah, tapi saat dia besar anak itu mempunyai watak yang  jelek. Tapi bagiku, nama itu sangat penting karena nama adalah identitas seorang. Andaikan seluruh dunia ini manusia tidak mempunyai nama. Kita pasti kebingungan untuk memanggil saudara kita.
Nama adalah doa dari orang tua. Itulah arti sebuah nama bagiku. Misalnya kita menjadi orang tua, di lubuk hati yang dalam apa kita mau memberikan nama anak kita dengan nama jelek? Pasti kita tidak mau, sebab kita menginginkan anak kita sesuai dengan arti nama yang disandang oleh anak kita.
Ayahku tidak mau anaknya diberi nama Islam, sebab kita hidup di pulau Jawa, bukan hidup di tanah Arab. Makanya ayahku ngotot memberikan aku nama Jawa. Kemudian ayahku berpikir mau diberi nama apa aku. Ayahku mengambil namaku dari nama ayahku, Haryo. Dan ayahku memberi nama Yogo Pratisto.