Di malam 23 ini, kuteringat kembali suatu baris lagu “Malam
Kudus” yang 3 tahun lalu kunyanyikan di Gereja. “Malam Kudus, sunyi
senyap, semesta t’lah lelap” tapi hari ini aku duduk di samping Mesjid. Aku
berfikir ternyata lagu Malam Kudus sama dengan peristiwa Malam Lailatul Qodar
dimana seisi dunia terlelap, semesta seakan disihir untuk diam. Saat aku
melamun di Serambi Mesjid, aku kaget ada seseorang memegang pundakku. Aku
menoleh ke orang tersebut dan beliau memberikan tangannya untuk
berjabatan tangan, kemudian aku menyambut tangannya yang dingin tersebut.
"Mas... sholat malamnya mulai pukul berapa?"
"Pukul 9 malam pak"
Kemudian kita berbincang-bincang dengan
Beliau. Wajahnya masih muda dan bersih. aku tak mengenalnya namun aku merasa
begitu dekat dengannya.
"Mas... sebenarnya saya kaget. Kagetnya itu kok pas
bulan ramadhan ada acara sholat malam berjamaah. Jarang-jarang lho" kata
beliau sambil duduk disebelahku.
"Sebenarnya acara ini berlangsung selama 1 bulan tetapi
tempatnya berbeda-beda. Kemarin acaranya di depan Polres" jawabku
"Iya... Kemarin ada acara, tapi saya gak bisa ikut.
Pengen sekali ikut acara beginian tapi baru kesampaian sekarang".
Aku hanya tersenyum melihat beliau berbicara dengan logat
khas daerah Jawa Tengah.
"Acara beginian penting lho mas, saat kita berzikir.
hati rasanya tentrem seperti disiram oleh dzikir. Sering-sering ikut jamaah ya
mas. sebab hanya lewat acara ini kita bisa menata hati kita. Kita tahu sendiri
kalau kita ikut jamaah berarti ikut ulama. Ulama sendiri dekat dengan Kanjeng
Nabi Muhammad dan tentunya kita insyaAllah dekat dengan Nabi Muhammad"
"Iya pak..." perkataannya begitu mengena dihatiku,
beliau tahu apa masalahku sebab sudah lama aku tidak ikut jamaah dan berzikir
bersama-sama.
"Mas... coba kamu lihat di jalan raya tersebut,
banyak orang mondar-mandir kesana kemari. Tahu mereka nyari apa?"
tanyanya.
"Gak tahu pak" bingungku
"Mereka nyari duit. Mondar-mandir kesana dapat uang
terus beli makanan, masuk ke perut jadi telekdan masuk ke WC.
Lari lagi kesana dapat uang terus beli kebutuhan hidup, kalau rusak ya jadi
kotoran dan dibuang ke tong sampah. Kalau orang nyari duniawi terakhir jadi
kotoran dan dibuang ke tong sampah."
Perkataannya kembali mengenai hatiku. Aku berpikir sejenak,
aku kuliah lari kesana lari kesini niatnya nyari nilai. Nilai masuk ke ijazah
terus kerja dapat uang dan beli makanan lalu jadi kotoran. Aku tersenyum dan
bersyukur masih diingatkan oleh Allah melalui orang ini.
"Coba kalau mereka sebelum
keluar rumah niat lillahita'ala, pasti setiap perjalanannya diridhoi oleh
Allah. Kita kerja karena Allah ta'ala, kita membantu orang lain karena Allah
ta'ala, semua yang kita lakukan karena Allah ta'ala pasti kita tidak mendapat
kotoran tapi malah mendapat rahmat dan hidayah dari Allah sampai mati
kelak" tambah dia.
Malam 23 ini benar-benar malam yang
membekas dihatiku, bertemu dengan seseorang yang tidak kukenal tapi beliau
memberikan nasehat-nasehat yang berharga buatku.
Kemudian Beliau melanjutkan kembali.
“Allah SWT itu Maha Pengasih, orang kafir yang tidak
beriman dan bertaqwa kepada Allah, masih diberi rezeki olehNya. Apalagi kita
yang memeluk agama yang Islam dibawa oleh Nabi Muhammad, kita seharusnya
bersyukur masih mempunyai Iman Islam.”
Kembali lagi perkataannya menyentuh hatiku, bersyukur aku
sekarang memeluk agama Islam.
“Iya pak… kita harus bersyukur kepadaNya. Aku sendiri juga
muallaf pak”
“Muallaf… subhanallah. Kamu ingat cerita pamannya Kanjeng
Nabi Abu Lahab yang mati dalam keadaan kafir. Nabi saja tak sanggup
mengislamkan beliau sampai Abu Lahab mati. Kamu harus sering-sering bersyukur
kepada Allah. Kalau tidak Allah siapa lagi yang dapat membuka hati kita.”
“Iya pak…” ku tak sanggup mengucapkan kata lagi.
Alhamdulillah ya Allah…
Mulai aku berpikir tentang orang
yang aku temui ini, apa dia seorang malaikat? Apa dia seorang kyai? Tiap setiap
perkataannya selalu menyentuh di hatiku. Aku tak mengenal wajahnya tapi hatiku
mengenalinya. Pukul 9 malam acara sholat dimulai, dari awal sampai akhir ku
belum berkenalan dengan beliau, kita masuk ke dalam Mesjid. Beliau mengambil
shaf ketiga bagian depan dan aku sendiri berada di shaf ke tujuh.
Jamaahpun memulai acara sholat malam dengan suasana gelap.
Indah sekali malam itu, gerakan
demi gerakan aku lakukan, gerakannya menentramkan hatiku ini. Setelah sholat
dilanjutkan dengan dzikir mengucapkan lailahaillah. Aku menangis saat
mengucapkan lailahaillah, ingat tentang karunia yang begitu besar dari Allah.
Lailahaillah “Tiada Tuhan selain Allah”, ingat bahwa tidak ada Tuhan yang lain
selain Allah. Laillahaillah, ingat tentang ciptaan Allah. Dzikir Laillahaillah
ini untukMu ya Allah dan akupun hilang dalam keagungan kalimat Lailahaillah.
Jamaah pun menangis, dibius oleh kalimat Laillahaillah.
Pukul 23.30 acara sholat malam
selesai. Orang yang aku temui tadi sudah tidak ada di barisan depan.
Terimakasih ya Allah sudah Engkau mempertemukan aku dengan Beliau yang tidak
tahu namanya. Indah sekali malam 23, malam yang tak tergantikan oleh malam
lainnya. Bisa bertemu dengan seseorang yang menjawab semua masalah hatiku,
dapat mengikuti Jamaah sholat Malam dan tentunya berzikir kepadaNya.
Alhamdulillah… Agama yang sempurna. Inilah kenikmatan orang Islam.